HMI BADKO SULBAR Menilai Klarifikasi Polda Sulbar Soal Pengurusan SIM Hanya lagu Nina Bobo

Picture: Fauzan Wasekum (PTKP HMI Badko Sulbar)

HMI BADKO SULBAR Menilai Klarifikasi Polda Sulbar Soal Pengurusan SIM Hanya laguNinabobo, Stop Klarifikasi Kosong Rakyat Butuh Kepastian Hukum bukan Janji Kosong.

Mamuju- Polemik dugaan pungutan liar (pungli) dalam proses pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) di
Sulawesi Barat harus kembali menjadi sorotan publik. 

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan
Koordinasi Sulawesi Barat (Badko Sulbar) secara tegas menyampaikan sikap kritis terhadap klarifikasi yang disampaikan oleh Kepala Seksi SIM Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Sulbar KOMPOL FERRIX SANDHY ANGGARA, S.E., M.M., CPHRM, beberapa waktu lalu.

Kami menilai imbauan agar masyarakat melaporkan dugaan pungli tidak cukup untuk
menyelesaikan persoalan yang sudah mengakar apalagi jika tidak dibarengi dengan upaya konkret berupa transparansi total terkait seluruh komponen biaya yang dibebankan dalam proses pengurusan SIM termasuk biaya kesehatan dan psikologi dan biaya adminitrasi lain yang selama ini diduga menjadi ruang praktik komersialisasi di tingkat Polres kabupaten.

HMI Badko Sulbar mengingatkan, seluruh biaya resmi pengurusan SIM telah diatur dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Biaya penerbitan SIM sendiri telah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2020 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan ketentuan ini tarif resmi adalah:
 Rp120.000 untuk SIM A
 Rp100.000 untuk SIM C
 Rp50.000 untuk SIM D
 dan Rp250.000 untuk SIM Internasional.

Namun, yang menjadi persoalan adalah adanya komponen biaya tambahan di luar ketentuan resmi seperti Tes kesehatan, Tes psikologi, Asuransi dan biaya lain (tidak selalu dijelaskan).

realisasinya di lapangan biaya ini kerap tidak memiliki standar yang jelas, tidak diumumkan secara terbuka bahkan masyarakat tidak diberikan tanda bukti resmi atas pembayaran kedua tes tersebut.

“Kami menemukan di berbagai kabupaten di Sulbar masyarakat harus membayar total biaya pembuatan SIM C bisa mencapai Rp350.000 hingga lebih padahal secara resmi hanya Rp100.000. Sisanya, diklaim untuk tes kesehatan dan psikologi tapi masyarakat tidak pegang bukti tidak ada kejelasan standar biaya dan hasil tes pun seringkali tidak transparan,” ungkap Fauzan Wasekum
PTKP HMI Badko Sulbar Rabu (3/7/2025).

Kondisi ini sangat kontras jika dibandingkan dengan wilayah seperti Makassar di mana total biaya pengurusan SIM C berkisar Rp235.000 sudah termasuk biaya tes kesehatan dan tes psikologi. 

Di wilayah Jakarta dan sekitarnya seperti Bekasi bahkan lebih rendah lagi dengan total biaya pengurusan SIM C sekitar Rp217.500.

Ironisnya melalui jalur resmi daring yang disediakan Polri yakni layanan e-PPSi biaya pengurusan SIM dapat dilakukan jauh lebih murah dan transparan melalui layanan daring ini masyarakat hanya dikenakan biaya Rp100.000 untuk SIM C dan tambahan Rp37.500 untuk tes psikologi daring sehingga total biaya resmi keseluruhan hanya mencapai Rp137.500.

Kami menegaskan bahwa praktik tidak transparan dalam pelayanan publik apalagi yang berpotensi menjadi ladang bisnis bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum. 

Pelayanan publik termasuk pengurusan SIM harus berjalan sesuai asas keterbukaan,
akuntabilitas dan keadilan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, secara tegas mewajibkan setiap penyelenggara layanan publik untuk menyediakan informasi yang benar, jelas, dan terbuka mengenai prosedur, biaya serta mekanisme pelayanan tanpa diskriminasi.

Menurut Kami pernyataan Ditlantas Polda Sulbar yang meminta masyarakat melapor jika menemukan oknum pungli bukan jawaban substantif terhadap problem pelayanan SIM yang sistemiknya sudah bermasalah, tanpa transparansi biaya dan standar prosedur yang jelas masyarakat akan terus berada dalam posisi lemah dan sulit untuk melapor karena tidak memiliki acuan resmi yang dapat dijadikan dasar pengaduan.

Untuk itu Kami HMI Badko Sulbar mendesak Ditlantas Polda Sulbar melakukan langkah-langkah konkret sebagai berikut:

1. Publikasi Terbuka Biaya Resmi Memasang spanduk atau papan pengumuman dan menyebarkan informasi digital terkait seluruh rincian biaya pengurusan SIM termasuk biaya tes kesehatan dan psikologi di seluruh Polres se-Sulbar.

2. Standarisasi dan Pengawasan Tes Kesehatan dan Psikologi Menetapkan standar biaya tes kesehatan dan psikologi sesuai ketentuan medis yang transparan tidak dijadikan ajang komersialisasi terselubung serta memastikan hasil tes diberikan secara tertulis kepada masyarakat.

3. Penerbitan Tanda Bukti Resmi
Setiap transaksi baik untuk pembuatan SIM maupun untuk tes-tes tambahan wajib disertai tanda bukti resmi agar masyarakat memiliki pegangan hukum.

4. Pengawasan Independen Melibatkan elemen masyarakat, mahasiswa dan media dalam pengawasan pelayanan publik
di sektor lalu lintas untuk mencegah praktik pungli dan penyalahgunaan kewenangan.

5. Penindakan Tegas Terhadap Oknum Nakal
Tidak cukup dengan imbauan Ditlantas Polda Sulbar harus serius membangun sistem
pengawasan internal dan menindak oknum yang terbukti melakukan pungli atau
memanfaatkan pelayanan publik untuk kepentingan pribadi.

HMI Badko Sulbar menegaskan akan terus mengawal isu pelayanan publik di Sulawesi Barat, khususnya di sektor kepolisian lalu lintas. Organisasi mahasiswa ini juga membuka ruang advokasi bagi masyarakat yang merasa dirugikan dalam proses pengurusan SIM.

“Kami tidak anti polisi tapi kami kritis terhadap praktik maladministrasi. Harapan kami Polda Sulbar membuka diri terhadap kritik konstruktif ini demi membangun pelayanan publik yang profesional, akuntabel dan berintegritas,” tutur Fauzan Wasekum PTKP HMI Badko Sulbar.