Ditulis oleh Melky Kusuma
Lok Baintan Banjarmasin - Di atas aliran sungai Barito yang tenang namun menyimpan denyut kehidupan, pagi itu saya menyaksikan pasar yang tak biasa: pasar terapung Banjarmasin. Perahu-perahu kecil berjajar rapat, didayung pelan oleh tangan-tangan cekatan para perempuan Banjar. Disebut “Acil” atau “Tante:ibu”, mereka yang bukan sekadar pedagang, tapi juga penjaga warisan budaya.
Mereka datang sejak subuh, membawa hasil bumi dan olahan rumah: pisang, ikan kering, kue khas Banjar, dan sayuran segar. Namun yang lebih mencuri perhatian bukan semata dagangannya, melainkan cara mereka berdagang, dengan pantun yang bersahut-sahutan, mengalir seperti sungai tempat mereka mengais rezeki.
"Kalau tuan ingin pepaya,
Dekatkan perahu, mari berdaya.
Kalau ingin belanja murah,
Di sini saja, jangan pindah-pindah."
Pantun bukan sekadar alat rayuan manis untuk menarik pembeli. Ia adalah simbol komunikasi masyarakat Banjar, yang sejak lama menjunjung tinggi nilai estetika dalam tutur kata. Dalam setiap bait, tersembunyi keramahan, kehalusan budi, dan kepiawaian berdiplomasi. Berbelanja di pasar terapung bukan hanya soal transaksi barang, tapi juga interaksi sosial yang berakar pada kearifan lokal.
Perempuan: Poros Ekonomi dan Budaya
Hampir semua pedagang di pasar terapung adalah perempuan. Ini mencerminkan realitas sosial masyarakat Banjar yang memberi ruang penting bagi perempuan dalam urusan ekonomi rumah tangga. Dengan mendayung perahu dan mengatur dagangan, mereka tak hanya mencari nafkah, tapi juga memperkuat struktur sosial. Perempuan menjadi simbol ketangguhan, sekaligus penjaga nilai-nilai lokal di tengah arus modernisasi.
Pasar Terapung: Ruang Ekonomi, Cermin Budaya
Pasar ini bukan sekadar tempat jual beli, melainkan panggung budaya yang hidup. Ia mempertemukan orang dari berbagai latar, mempererat hubungan sosial, dan menjadi wahana pelestarian tradisi. Meski zaman terus bergerak, dan supermarket menjamur di kota, pasar terapung tetap hidup, karena ia tidak hanya menjual barang, tapi juga menjual pengalaman. pengalaman yang menyentuh hati dan membuka mata akan kekayaan budaya lokal.
Editor: Iwe